GAMAT RI Pertanyakan Prosedur Penerbitan SHM Milik H. Ibrahim Mukti di Lahan Reklamasi Cempae Melalui RDP Komisi 1 DPRD Kota Parepare


GAMAT RI Pertanyakan Prosedur Penerbitan SHM Milik H. Ibrahim Mukti di Lahan Reklamasi Cempae Melalui RDP Komisi I DPRD Kota Parepare

Parepare (Sulawesi Selatan), dimensitivinews.com.

Gerakan Anti  Mafia Tanah  Republik Indonesia (GAMAT RI) DPC Kota Parepare mengikuti undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) sehubungan  keabsahan prosedur penerbitan Sertipikat Hak Milik (SHM) milik H. Ibrahim Mukti atas lahan reklamasi di kawasan Cempae, Kelurahan Wattang Soreang, Kecamatan Soreang, Kota Parepare.

pada Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi I DPRD Kota Parepare di Ruang Banggar DPRD Kota Parepare provinsi Sulawesi selatan pada Kamis 3 Juli 2025. 

RDP tersebut membahas polemik reklamasi dan legalitas kepemilikan lahan yang kini telah dibangun permanen, termasuk fasilitas olahraga seperti Sport Mini Soccer, lapangan badminton, dan rumah mewah.

Ketua Komisi I DPRD Parepare, Kamaluddin Kadir, memimpin langsung rapat bersama anggota DPRD lainnya, perwakilan BPN, Dinas PU, Bidang Aset Daerah, tokoh masyarakat, serta Ketua RT setempat.

Ketua GAMAT RI, Andi Mappasere, secara tegas menyampaikan keraguan terhadap legalitas percepatan penerbitan SHM yang terbit atas nama Haja. Fatimah Ibrahim—yang kemudian diketahui beralih menjadi milik H. Ibrahim Mukti.

“Kami temukan tiga sertipikat hak milik—SHMNo. 2233, No. 2882, dan No. 2513—yang diterbitkan atas nama Haja Fatimah Ibrahim. Yang menjadi pertanyaan, bagaimana bisa lahan yang pada 2013 masih berupa laut, hanya dalam dua tahun bisa berubah status dan terbit sertipikat hak milik? Sementara warga sekitar justru belum mendapatkan legalitas,” ungkap Rusdianto Sudirman, Bidang Hukum dan Legal GAMAT RI.

GAMAT juga menyoroti dugaan maladministrasi dalam penerbitan surat penguasaan lahan oleh oknum PLT lurah dan camat. Rusdianto menyebut, pejabat sementara tidak memiliki kewenangan menerbitkan dokumen tersebut, sehingga seluruh proses bisa dianggap cacat prosedur.

Menanggapi hal ini, Kepala BPN Parepare, Ridwan Jali Nurcahyo, menjelaskan bahwa penerbitan SHM dilakukan berdasarkan SK pemberian hak dan didukung dokumen resmi. Ia menyebutkan bahwa berdasarkan overlay peta dan citra udara, posisi lahan sesuai dengan dokumen terdaftar, meski tidak menutup kemungkinan dilakukan peninjauan ulang jika ditemukan indikasi pelanggaran hukum atau administrasi.

Sementara itu, dari pihak Bidang Aset Daerah, terungkap bahwa reklamasi di kawasan tersebut sempat dilakukan pemerintah kota pada tahun 2005 seluas 13,5 hektare, namun tidak pernah dicatatkan sebagai aset tetap secara utuh.

“Inilah celah yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu karena tidak adanya pengamanan fisik dan administrasi atas lahan hasil reklamasi tersebut,” ujar perwakilan Aset Daerah.

Inspektorat Kota Parepare juga telah melakukan review atas temuan ini dan merekomendasikan pembentukan tim serta penyusunan laporan reklamasi sebagai dasar koreksi pencatatan aset yang akan dikonsultasikan ke BPK.

(Darman)